Potensi Donald Trump untuk menang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) berkontribusi pada sentimen di pasar keuangan. Kebijakan kandidat itu dapat memicu pertumbuhan ekonomi, sekaligus inflasi.
Jika Donald Trump mengalahkan Kamala Harris, beberapa orang melihat skenario di mana defisit fiskal meningkat, bersamaan dengan potensi perang dagang global. Ini bisa berarti inflasi akan lebih tinggi dan imbal hasil (yield) obligasi melonjak, bersama dengan keuntungan di pasar saham.
Yield dan harga obligasi bergerak ke arah yang berlawanan, sehingga akan berdampak buruk pada nilai pendapatan tetap yang mendasarinya. Bergantung pada tren yang ada, bahkan ada pembicaraan tentang kembalinya “para vigilante obligasi”, yaitu para trader yang pada dasarnya memaksa pemerintah dengan menghindari utang pemerintah atau menjualnya secara langsung.
Investor Ed Yardeni menciptakan istilah tersebut pada 1980-an dan memperingatkan bahwa para vigilante dapat kembali. Secara khusus, ia memperingatkan tentang para trader yang mengambil imbal hasil obligasi pemerintah AS alias US Treasury tenor 10 tahun, patokan pasar obligasi, di atas 5% yaitu level yang belum pernah terlihat sejak pertengahan 2007.
“Kami (belum) menyerukan agar imbal hasil Treasury 10 tahun mencapai 5%, tetapi para Vigilante Obligasi tampaknya mengancam untuk membawanya ke sana,” tulis Yardeni dalam komentarnya pada Senin (4/11/2024).
Bagaimana Pasar Obligasi?
Pada pasar obligasi, ada banyak alasan mengapa pasar ini berada dalam keadaan kacau sejak pertengahan September 2024. Salah satunya adalah pertimbangan politik tentang masa jabatan Trump yang kedua.
Pasar akan mempertimbangkan The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan jangka pendeknya hingga setengah poin persentase 50 basis poin (bps) pada 18 September 2024.
Meskipun hal itu biasanya dapat memicu struktur imbal hasil lainnya untuk bergerak lebih rendah, hal itu malah memicu ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. Di beberapa kalangan, kekhawatiran atas inflasi dipicu oleh kebijakan moneter yang lebih longgar.
Tahun fiskal 2024 baru saja berakhir dengan pemerintah menjalankan defisit anggaran lebih dari US$ 1,8 triliun, termasuk lebih dari US$ 1,1 triliun yang didedikasikan hanya untuk membayar biaya pembiayaan atas utang AS senilai US$ 36 triliun.
Trump maupun Harris bahkan tidak membahas disiplin fiskal, yang menimbulkan kekhawatiran investor akan menuntut imbal hasil yang lebih tinggi, sebagai imbalan atas kepemilikan surat utang Treasury yang tiba-tiba tidak terlihat begitu aman.
Faktanya, Yardeni melihat faktor fiskal dan The Fed sebagai penyebab bersama. Bank sentral secara luas diharapkan menyetujui pemotongan seperempat poin persentase atau 25 bps lagi saat bertemu pada Kamis (7/11/2024).
“Investor sering mendengar ‘Jangan melawan Fed,’ tetapi mungkin The Fed yang seharusnya tidak melawan Bond Vigilantes,” ucap kepala Yardeni Research seperti dikutip CNBC internasional, Selasa (5/11/2024).
“Pasar obligasi dapat dengan mudah meniadakan dampak pemangkasan suku bunga berikutnya. Itu karena pasar obligasi yakin The Fed memangkas suku bunga terlalu banyak, terlalu cepat, dan karenanya meningkatkan ekspektasi inflasi jangka panjang. Ekspektasi ini meningkat karena kekhawatiran tentang lebih banyak ekses fiskal dari pemerintahan berikutnya,” sambungnya.
Presiden Sri-Kumar Global Strategies Komal Sri-Kumar mengatakan obligasi menunjukkan kelanjutan defisit fiskal yang besar dalam masa jabatan presiden Kamala Harris atau Donald Trump, dan kurangnya disiplin dalam kebijakan moneter, menjamin imbal hasil yang jauh lebih tinggi.
“Federal Reserve dapat mengabaikan sinyal tersebut dengan risikonya sendiri,” kata dia.
Sementara itu Harris telah menjadi bagian dari pemerintahan di mana kemurahan hati fiskal, dikombinasikan dengan faktor penawaran dan permintaan terkait pandemi, menyebabkan tingkat inflasi tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.
Namun, usulan Trump yang mendapat perhatian lebih intensif akhir-akhir ini. Situs taruhan daring telah meningkatkan peluang ia dapat dipilih untuk masa jabatan berikutnya, meskipun jajak pendapat menunjukkan persaingan yang ketat.
sumber : investor.id